Jamaludin Malik Ultraman Fokus pada Perjuangan dan Pengabdian

JEPARA – Dalam lanskap politik Indonesia yang sering kali diwarnai oleh kepentingan pragmatis dan jarak yang menganga antara wakil rakyat dengan konstituennya, sosok Jamaludin Malik hadir sebagai pengecualian yang menyegarkan. Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Golkar ini telah membuktikan bahwa menjadi wakil rakyat bukanlah sekadar jabatan bergengsi, melainkan amanah suci yang harus diperjuangkan dengan segenap jiwa dan raga, bahkan ketika harus berhadapan dengan kepentingan-kepentingan besar yang berpotensi mengancam karier politiknya.
Perjuangan Malik dimulai dari fondasi yang paling mendasar: kedekatannya dengan rakyat. Tidak seperti banyak politisi yang lebih nyaman berada di ruang-ruang ber-AC Jakarta, Malik justru memilih untuk secara konsisten turun ke lapangan, menjelajahi sudut-sudut terpencil Jepara yang mungkin tidak pernah dikunjungi politisi lain. “Saya ini sukanya blusukan, sudut-sudut Jepara terpencil saya tahu,” ungkap Malik dalam forum rapat bersama Kementerian ESDM dan PT PLN di Semarang, Rabu (24/9/2025).
Pernyataan sederhana ini menyiratkan makna yang dalam tentang filosofi pengabdian yang dianut Malik. Baginya, melayani rakyat bukan tentang duduk nyaman di kursi empuk dan mendengar laporan-laporan yang mungkin saja sudah dimanipulasi, melainkan tentang menyentuh langsung realitas kehidupan masyarakat, merasakan debu jalan desa, dan mendengar keluhan langsung dari bibir rakyat yang menderita.
Perjuangan Malik mencapai momentum penting ketika ia harus menghadapi paradoks yang menyakitkan di sekitar PLTU Tanjung Jati. Di satu sisi, megaproyek ini menjadi kebanggaan nasional dalam sektor energi, namun di sisi lain, masyarakat di sekitarnya justru hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. “Ironisnya kampung-kampung di dekat PLTU itu jalannya rusak-rusak,” keluh Malik dengan nada yang mencerminkan penderitaan batin seorang wakil rakyat yang melihat konstituennya tidak mendapat keadilan.
Observasi ini bukan hasil dari laporan staf atau briefing politik, melainkan buah dari perjuangan personal Malik yang secara rutin menjelajahi Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, dan desa-desa sekitar lainnya. Ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana infrastruktur dasar masyarakat justru terbengkalai di tengah kemegahan proyek energi nasional.
Perjuangan Malik semakin berat ketika ia harus mempertanyakan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang seharusnya menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat. “Nah ini yang saya pertanyakan selama ini CSR-nya kemana? Bukankah lebih utamakan di daerah sekitar?” desak Malik dengan keberanian yang menunjukkan komitmennya pada keadilan.
Pertanyaan ini mendemonstrasikan perjuangan seorang wakil rakyat yang tidak mudah puas dengan jawaban-jawaban diplomatik. Mas Malik memahami bahwa di balik setiap program CSR yang tidak transparan, ada potensi ketidakadilan yang merugikan masyarakat yang paling berhak menerima manfaat.
Puncak dari perjuangan Mas Malik terlihat ketika ia berani mengangkat isu yang sangat sensitif tentang distribusi keuntungan proyek. “Pak, apakah benar sebagian besar keuntungan proyek ini lari ke luar negeri sementara masyarakat Jepara hanya kebagian polusi dan penyakit,” tantang Mas Malik dengan keberanian yang mencerminkan jiwa pejuang sejati.
Pertanyaan ini bukan sekadar retorika politik, melainkan perjuangan eksistensial seorang wakil rakyat yang melihat konstituennya menjadi korban dari sistem yang tidak adil. Malik menyadari bahwa mengangkat isu ini sangat berisiko, dapat membuatnya berhadapan dengan kepentingan korporasi besar dan elit politik tertentu, namun pengabdiannya pada rakyat mengalahkan segala pertimbangan pribadi.
Pengabdian Malik juga tercermin dalam penanganannya terhadap kasus Gardu Induk di Kecamatan Nalumsari yang telah berlangsung sejak 2018. Ketika masyarakat melakukan demonstrasi karena merasa dibohongi dalam proses pembangunan, Malik tidak menghindar atau menyalahkan warga. Sebaliknya, ia menempatkan diri sebagai bagian dari perjuangan masyarakat.
“Hari ini ada demo pak, hari ini di kampung saya pada ngomong, Jamaludin Malik kemana saat rakyat pada demo,” ungkap Malik dengan nada yang mencerminkan tanggung jawab moral seorang wakil rakyat sejati. Pernyataan ini menunjukkan bahwa baginya, perjuangan rakyat adalah perjuangannya, dan kehadiran fisik maupun moral dalam setiap momen perjuangan adalah bagian integral dari pengabdiannya.
Yang paling mengagumkan dari pengabdian Malik adalah keberaniannya dalam menganalisis akar masalah secara sistemik. Ia tidak hanya mengkritik gejala permukaan, tetapi juga struktur dan sistem yang menyebabkan permasalahan berulang. “Melanggar dulu, pokoknya jalan sik izin urus belakangan, sosialisasi belakangan. Hal-hal seperti ini yang menimbulkan masalah-masalah kita pak,” analisis Malik yang menunjukkan visi perjuangan jangka panjang untuk memperbaiki tata kelola pembangunan.
Kritik ini mencerminkan perjuangan seorang negarawan yang tidak puas dengan solusi tambal sulam, melainkan menginginkan perubahan fundamental dalam cara pemerintah dan korporasi berinteraksi dengan masyarakat. Malik memahami bahwa pengabdian sejati bukan hanya tentang membantu menyelesaikan masalah individual, tetapi juga tentang mengubah sistem yang menyebabkan masalah tersebut terus berulang.
Perjuangan Malik mencapai puncak dramatisnya ketika ia menegaskan komitmen total terhadap rakyat, meskipun menyadari konsekuensi yang mungkin harus ditanggungnya. “Kita ini DPR, kita harus menyampaikan apa adanya. Kita berdiri dengan rakyat, apapun risikonya,” tegas Malik dengan determinasi yang mencerminkan jiwa seorang pejuang sejati.
Pernyataan ini bukan sekadar slogan politik yang kosong, melainkan manifesto perjuangan seorang wakil rakyat yang telah memilih jalannya. Malik memahami bahwa pengabdian sejati kepada rakyat seringkali harus dibayar dengan risiko politik, ekonomi, bahkan keamanan personal. Namun, baginya, pengabdian kepada rakyat adalah panggilan yang lebih tinggi daripada segala pertimbangan pribadi.
Dalam konteks politik Indonesia yang sering kali pragmatis dan transaksional, sikap Malik ini menjadi anomali yang menyegarkan. Ia membuktikan bahwa masih ada politisi yang memilih perjuangan dan pengabdian di atas kenyamanan dan keamanan pribadi.
Pengabdian Malik juga tercermin dalam konsistensinya dalam memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas. Ketika ia mempertanyakan mengapa laporan CSR tidak pernah diumumkan terbuka, “apa ada yang ditutup-tutupi?”, ia sebenarnya sedang berjuang untuk hak-hak dasar masyarakat untuk mendapat informasi yang transparan.

Perjuangan ini menunjukkan bahwa pengabdian Malik bukan hanya bersifat emosional, tetapi juga intelektual dan strategis. Ia memahami bahwa transparansi adalah fondasi dari tata kelola yang baik, dan memperjuangkan transparansi berarti memperjuangkan masa depan yang lebih baik bagi rakyat Jepara.
Hasil dari perjuangan dan pengabdian Malik akhirnya membuahkan respons konkret dari pihak yang dikritiknya. Direktur Manajemen Pembangkit PT PLN, Rizal Calvary Marimbo, menyampaikan permohonan maaf dan berkomitmen untuk membentuk tim khusus guna meninjau masalah di lapangan. “Saya ingin mengetahui secara jelas bagaimana sistem di sana, nanti ada tim menjelaskan apa kejadian-kejadian yang sangat micro itu terjadi di sana,” respon Marimbo yang menunjukkan bahwa perjuangan Malik tidak sia-sia.
Keberhasilan ini membuktikan bahwa perjuangan yang didasari oleh pengabdian tulus kepada rakyat, yang didukung oleh data lapangan yang kuat dan keberanian moral yang tinggi, dapat menghasilkan perubahan nyata. Malik telah menunjukkan bahwa seorang wakil rakyat yang berjuang dengan sepenuh hati dapat menjadi katalisator perubahan yang sesungguhnya dibutuhkan masyarakat.
Sosok Jamaludin Malik dalam dinamika politik Jepara dan Indonesia secara umum menjadi bukti hidup bahwa pengabdian dan perjuangan untuk rakyat bukanlah konsep yang ketinggalan zaman, melainkan kebutuhan yang sangat relevan dalam konteks demokrasi modern yang semakin jauh dari aspirasi rakyat