Bukan Cuma Kunjungan Kerja, Ini Ajang Curhat Bareng Bapak Wakil Rakyat

Jepara, Kudus, Demak, 25 Agustus 2025 – Lupakan sejenak rapat formal dengan dasi dan jas. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Jamaludin Malik, S.H., M.H., baru saja menuntaskan kunjungan kerja yang jauh dari kesan kaku. Selama tiga hari, dari tanggal 22 hingga 24 Agustus 2025, ia memilih “ngopi” bareng, diskusi di pinggir pantai, bahkan duduk santai di pematang sawah bersama para generasi muda di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II (Jepara, Kudus, Demak). Momen ini bukan sekadar kunjungan, melainkan ajang curhat jujur yang mengungkap segudang masalah sekaligus melahirkan ide-ide brilian.

Jepara: Dari Warung Ikan Bakar sampai Kafe Kekinian

Petualangan dimulai di Jepara. Di sebuah warung UMKM pinggir Pantai Kartini, Mas Malik membuka obrolan dengan cerita masa kecilnya yang suka memancing. Tak butuh waktu lama, suasana langsung cair. Seorang pemuda bernama Andi Pratama, yang matanya terlihat berbinar-binar, tiba-tiba nyeletuk, “Pak, dermaga di desa saya itu kalau ombaknya gede, udah kayak mau selfie sama air. Goyang-goyang terus!” Candaan itu memancing tawa pecah, tapi berhasil menyampaikan masalah besar: infrastruktur dermaga yang tidak layak dan jalan menuju pantai yang rusak.

Dari diskusi santai itu, terpetakan masalah utama sektor pariwisata bahari Jepara. Selain infrastruktur, ada masalah lain seperti keterbatasan keterampilan SDM (banyak pemuda yang belum mahir berbahasa asing), kurangnya koordinasi antara nelayan, pelaku wisata, dan pemerintah, serta pencemaran lingkungan yang mengancam keindahan pantai. “Dulu, laut kita biru, Pak. Sekarang, kadang ada botol plastik ikutan berenang,” keluh seorang nelayan muda.

Namun, di balik masalah, muncullah ide-ide luar biasa. Para pemuda berharap adanya “Akademi Pariwisata Bahari Jepara” untuk mencetak pemandu wisata profesional, program “One Island One Product” untuk memberi identitas unik pada setiap pulau, serta sebuah aplikasi terpadu yang mempermudah wisatawan. Mereka juga mengusulkan pembentukan “Jepara Maritime Youth Council” sebagai forum pemuda yang berfokus pada pengembangan wisata bahari.

Sore harinya, lokasi berpindah ke kafe di pinggir jalan. Topiknya berganti ke industri kreatif. Seorang pemuda, Budi, curhat dengan polosnya, “Pak, saya jualan es teh. Modal Rp 50.000, untungnya Rp 10.000. Gimana biar modalnya balik modal?” Pertanyaan ini membuat Pak Jamaludin tersenyum dan menjawab, “Kalau modalnya balik, berarti untungnya nol, dong!” Semua tertawa. Ia lalu menjelaskan pentingnya inovasi dan pendampingan, bukan cuma soal modal. Masalahnya jelas: minimnya akses permodalan dan kurangnya pendampingan usaha. Solusinya? Mereka butuh program inkubasi bisnis dan pelatihan keterampilan digital.

Kudus: Dilema Antara Rokok dan TikTok

Di Kudus, kunjungan tak kalah menarik. Sambil menikmati soto, Mas Malik mendengarkan curhat para pemuda yang terjebak dilema. Kudus yang identik dengan industri rokok, kini menghadapi tantangan kesehatan dan regulasi. Seorang pemuda, Ardi, bercerita, “Bapak saya bilang kerja di pabrik rokok aman. Tapi saya lihat teman yang jadi content creator di TikTok, kok gajinya bisa gede banget. Bingung, Pak, saya mau ke mana.” Ekspresi bingung Ardi membuat suasana penuh gelak tawa, tapi juga menunjukkan dilema ekonomi yang dihadapi generasi muda Kudus.

Masalah utamanya adalah ketergantungan pada satu sektor ekonomi dan minimnya inovasi di bidang lain. Para pemuda berharap ada diversifikasi ekonomi, pusat kreativitas, dan pelatihan di bidang digital, seperti desain grafis dan pembuatan film pendek. Mereka melihat potensi besar di sektor kreatif.

Sorenya, di lapangan olahraga, Mas Malik bertemu komunitas esports. “Bapak saya bilang main game itu cuma buang-buang waktu,” kata Rico, seorang gamer. “Padahal, kami bisa jadi atlet. Dan saya main game itu sambil mikir, Pak. Strategi biar nggak salah langkah.” Pak Malik mengangguk-angguk, tertarik. Ia melihat potensi besar di bidang ini dan berjanji akan mengadvokasi dukungan pemerintah untuk ekosistem esports.

Demak: Bertani Membanggakan

Kunjungan hari terakhir di Demak, lumbung padi Jawa Tengah, berlangsung di tempat paling tak terduga: pinggir sawah. Berdiskusi di tengah semangat bertani, seorang petani muda bernama Wawan menceritakan pengalamannya mengajak teman-teman. “Pak, teman-teman saya bilang ‘ngapain kotor-kotoran?‘” keluh Wawan. “Ya saya jawab saja, ‘kotor itu gampang dicuci, kalau miskin itu yang susah.’” Celetukan itu mengundang tawa dari semua yang hadir. Namun, masalahnya nyata: minimnya regenerasi petani dan kurangnya teknologi pertanian.

Para pemuda Demak berharap ada pelatihan agribisnis modern, bantuan teknologi pertanian, dan skema permodalan yang mudah. Mereka juga mengusulkan adanya pusat riset pertanian untuk mengembangkan bibit unggul.

Penutup: Komitmen untuk Berjuang Bersama

Kunjungan kerja ini, yang jauh dari kesan formal, membuktikan bahwa pendekatan humanis dan tawa bisa menjadi jembatan untuk memahami masalah rakyat. Jamaludin Malik, yang dalam laporannya disebut-sebut sebagai anggota DPR yang “sangat low profile dan bersahabat,” berjanji akan membawa semua aspirasi ini ke Senayan. “Kunjungan ini bukan cuma kegiatan seremonial, tapi awal dari perjuangan kita bersama,” tutupnya. Ia berharap, laporan ini menjadi bukti nyata bahwa ia dan para pemuda di daerah pemilihannya siap berkolaborasi untuk membangun masa depan yang lebih baik. [A6]